Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarolatuh

Senin, 21 Juni 2010

TUJUAN HIDUP MANUSIA

DI tengah keprihatinan dan berbagai bencana yang terus menimpa bangsa Indonesia, kita perlu merenungkan kembali tujuan hidup manusia (Muslim). Makna tentang tujuan hidup sampai kapan pun masih tetap relevan untuk direnungkan. Bagaimanapun manusia (Muslim) mesti sadar bahwa hidup di dunia ini bersifat sementara. Kita cuma diberikan kesempatan yang sangat sebentar, bagaikan seorang musafir yang berhenti di sebuah oase, setelah istirahat sebentar dengan mempersiapkan perbekalan lalu melanjutkan perjalanan menuju tujuan akhir.

Nah, darimana kita berasal dan ke mana kita akan kembali, ini adalah persoalan yang paling urgen (mendesak) yang perlu dicari jawabnya. Alquran dengan gamblang menegaskan bahwa, "... Sesungguhnya kita semua kepunyaan Allah dan akan kembali kepada-Nya" (Q.S.2:156). Dalam situasi yang penuh dengan bencana dan tragedi, manusia sering kali baru tersadar untuk merenungkan makna dan tujuan hidup, lalu melakukan introspeksi, mencari dan mendekat kepada Tuhan. Intinya mengharap semoga Allah menyelamatkan kehidupan di dunia dari segala azab dan bencana, selamat dan bahagia di akhirat.

Alquran sendiri mengajarkan doa, memohon kepada Allah agar tidak hanya selamat dan bahagia di dunia saja, tetapi kedua-duanya, dunia dan akhirat. Dalam Surat 2:201 Allah berfirman, "...Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan selamatkanlah kami dari siksa neraka".

Tetapi manusia seringkali melupakan Allah setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana firman-Nya dalam Alquran, "...tetapi setelah setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya... " (Q.S 10:12 ). Karena itu, Allah dengan keras menyatakan, "Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya di neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan". (Q.S 10:7 dan 8).

"... Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka pada hari ini, dan sebagaimana mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami". (Q.S 7:51). Pada ayat yang lain Allah menyatakan, "Barang siapa yang hidupnya sekarang ini (di dunia) ini buta (mata hatinya tidak mengetahui keberadaan diri tuhannya yang sangat dekat dan Wajib Wujud-Nya) maka kelak di akhirat juga akan lebih buta dan lebih sesat jalannya". (Q.S 17: 72).

Dalam ayat yang lain Allah menegaskan, "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak untuk memahami ayat Tuhan, mereka mempunyai mata tapi tidak untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang bahkan lebih sesat dari binatang. Itulah orang-orang yang lalai." (Q.S 7:179).

Oleh karena itu jelaslah bahwa yang paling penting dan mutlak di dunia ini menurut Alquran adalah mengenal Allah. Imam Ali a.s. dalam Nahjul Balaghah mengungkapkan dengan gamblang bahwa, "Awwaluddiin ma'rifatuhuu..." yang artinya: "Awal agama adalah mengenal-Nya (Allah)". Dalam kesempatan yang lain Imam Ali a.s. menyatakan, "Siapa yang mengenal dirinya pasti mengenal Tuhannya".

Bagaimana tidak lebih penting mengenal (makrifat) kepada Allah, tujuan salat sendiri adalah untuk mengingat diri-Nya Tuhan yang nama-Nya Allah. Alquran menjelaskan, "... Dan dirikanlah salat untuk berzikir/mengingat-ingat-diri-Ku" (Q.S 20:14). Alquran sendiri mengungkapkan bagaimana ciri-ciri orang yang salatnya khusyuk antara lain dijelaskan, "Yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka bertemu Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya" (Q.S 2: 46). Al-Imam Ali a.s. menjelaskan, "Aku tidak menyembah Tuhan yang tidak aku lihat -- tentunya dilihat dengan bashirah, mata batin ".

Karena Allah adalah Maha Gaib, maka "melihat" Tuhan dengan cara Tuhan, yaitu melalui utusan/Rasul atau wakil-Nya, yang merupakan pula ahlu dzikr sepertii yang dijelaskan berikut yang akan membuka mata hati, roh dan sirr (hakikat insaniyah kita) yang juga bersifat gaib, yang akan mempertemukan fitrah manusia dengan fitrah Allah (Q.S 30:30). Seperti yang diungkapkan dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 3, bahwa salah satu ciri atau pilar utama orang yang bertakwa adalah mengimani Al-Ghaib yaitu Tuhan Allah Yang Esa Yang Ghaib. Kata "yu'minuuna bi al-Ghaib" pada ayat di atas kata Al-Ghaib di sini secara etimologis merupakan isim mufrod dan ma'rifat, tunggal dan definit artikel yang menunjukkan satu dan sudah tentu yaitu Tuhan Allah Yang Maha Ghaib, dan tidak bermakna jamak, al-ghuyub seperti kebanyakan para mufassir mengartikan kata al-ghaib ini.

Al-Ghaib juga bermakna bahwa Allah tidak mungkin mengejawantah/menampakkan diri di muka bumi, akan tetapi Allah juga menjelaskan dan sekaligus memberi kabar dan jalan keluar bahwa "... Dia tidak menampakkan kegaiban-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang diridai-Nya... " (Q.S. Jin ayat 26-27). Pada ayat yang lain dijelaskan, "...maka bertanyalah/mintalah kepada Ahli Zikr-orang yang kompeten/ahli yang selalu berzikir, selalu ingat pada Tuhan, orang yang mempunyai pengetahuan tentang Tuhan jika kamu tidak mengetahui" (Q.S. 16:43 dan Q.S. 21:7).

Manusia tidak tahu kapan dipanggil Allah, atau mati, karena itu maka bersiaplah menghadapi kematian dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, "Belajarlah mati sebelum mati" (Muutuu qabla an tamuutuu), yaitu belajar dan berusaha agar kita selalu siap, agar sewaktu-waktu mati datang, mati dengan selamat dan bahagia. Allah menjelaskan mati yang selamat adalah " Wajah-wajah mereka (orang-orang beriman) pada hari itu -- waktu datang mati/kiamat sugra --- berseri-seri. Mereka melihat kepada Tuhannya" (Q.S.75:22-23). Dengan demikiam mati yang selamat adalah matinya seorang yang bertakwa yang hatinya selalu berzikir dan ingat kepada Allah dalam keadaan apa pun, bagaimana pun dan kapan pun.

Karena itu mari segarkan kembali maksud dan tujuan hidup di dunia ini. Yaitu sebagaimana yang diungkapkan dengan kata kunci, perlunya memiliki kedalaman/intinya ilmu, selalu zikir, selalu tafakur, me-Mahasuci-kan Allah dan mohon agar terbebas dari api neraka. Firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 190-191: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (kedalaman ilmu), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau sambil duduk atau dalam keadaaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". Wallahu A'lam.***